M-17, Serut, koleksi Prya utama, Bekasi (Utama Best in Size) - foto: Henri Nurcahyo |
Oleh Henri Nurcahyo
Meskipun seni bonsai memang merupakan budaya impor dari Jepang dan Cina, namun keberadaan pohon-pohon lokal ternyata tidak kalah ketika sudah digarap menjadi bonsai dan mampu tampil menjadi bonsai yang baik. Dengan kata lain, bahwa Indonesia bukan hanya menang dalam hal bahannya saja. Sebutlah Serut, Ficus, Santigi dan Cemara Udang, adalah sebagian kecil pohon-pohon potensial tersebut. Maka dalam pameran nasional Harmoni Bonsai Bogor 2013 (28 Agustus 7 September), terjadi pertarungan antara bonsai pohon lokal melawan pohon impor.
Menurut pengamatan Jelajah Bonsai, dari 10 bonsai terbaik kelas Madya, terdapat 4 bonsai dari pohon lokal, yaitu serut, asam, cemara udang dan waru. Bahkan dari keempatnya itu, serut koleksi Prya Utama dari Bekasi menyabet predikat “Utama Best in Size”. Dalam katagori di kelasnya, posisi serut ini malah mengalahkan bonsai Lohansung koleksi B. Soeroso (Jakarta) yang hanya menyandang gelar “Madya Best in Size”, meskipun bonsai tersebut secara keseluruhan memperoleh penilaian sebagai Best in Show.
Sementara dari 16 bonsai yang mendapat predikat Baik Sekali (bendera merah) terdapat 9 pohon lokal yang terdiri dari Kimeng (3 pohon), Kawista, Serut, Santigi, Cemara Udang, Delima Batu dan Jeruk. Sedangkan dari 15 bonsai yang dinyatakan baik (bendera hijau) terdapat 8 bonsai pohon lokal, dua diantaranya jenis serut.
M-09, Lohansung, koleksi B. Soeroso, Jakarta (Best in Show, Madya Best in Size) - foto: Henri Nurcahyo |
Memang penggolongan lokal dan impor ini masihdebatable, karena jenis pohon yang asalnya impor namun sudah sangat lama mengalami domestikasi sehingga sudah menjadi pohon lokal. Kimeng (Ficus Microcarpa) misalnya, sebetulnya jenis beringin sebagaimana banyak terdapat di Indonesia. Namun memang ada perbedaan yang sangat tipis dengan beringin kebanyakan (Ficus benjamina) yang terdapat di halaman kantor-kantor pemerintah atau pendopo kabupaten dan alun-alun itu. Bagian batang dan ranting Kimeng lebih terang putih dibanding beringin biasa. Yang jelas Kimeng merupakan tumbuhan tropis dari jenis beringin (banyan) yang juga terdapat di Cina, semenanjung Melayu, India, Sri Lanka, Kepulauan Ryukyu, Australia dan Kaledonia Baru.
Kawista (Limonia acidissima) itu juga berasal dari India, namun sudah lama menyebar ke Jawa, yang kemudian disebut Kinco. Namun yang kemudian menarik dibicarakan adalah, bagaimana menggarap pohon-pohon lokal itu menjadi bahan bonsai yang baik, sehingga tidak harus mendatangkan bahan bonsai dari pohon impor. Bahwa banyak pohon lokal yang dapat menjadi bahan bonsai yang bagus ini yang harus terus menerus didorong. Jangan hanya bangga pohon lokal yang diekspor bahannya, kemudian digarap di luar negeri, dan akhirnya diimpor kembali ke Indonesia sebagai bonsai yang (hampir) jadi. Cerita ini sudah klasik, bukan hanya bonsai, melainkan banyak menyangkut banyak produk lainnya yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Itulah Indonesia......
M-01, Cemara Sinensis, koleksi Engkan, Cipanas. - foto: Henri Nurcahyo |
Beruntunglah belakangan ini dalam sejumlah pameran sudah banyak muncul bonsai serut yang memang merupakan pohon lokal. Kebanyakan serut yang tampil bagus dalam pameran biasanya tumbuh di bebatuan. Tidak terkecuali serut koleksi koleksi Prya Utama dari Bekasi yang meraih predikat Utama Best in Size. Bila diperhatikan seksama, sepertinya bonsai ini terdiri dari dua pohon dan membentuk gaya twin. Daun-daunnya sengaja dibuat gundul sehingga menampakkan struktur perantingan yang sempurna.
Sedangkan Lohansung (Podocarpus macrophyllus) koleksi B. Soeroso (Jakarta) memang merupakan pohon impor dari Taiwan. Di habitat aslinya Lohansung atau Podocarpus adalah pohon semak menyerupai cemara dengan tinggi pohon rata-rata 1-25 meter. Daun tanaman ini memang kecil dan tebal namun memiliki batang dan ranting yang kuat. Konon Lohansung bisa mencapai umur hingga ratusan tahun, yang membawa konsekuensi yaitu membutuhkan waktu puluhan tahun baru bisa disebut matang. Bisa jadi bonsai yang jadi Best in Show di Bogor ini memang sudah diimpor setelah mengalami training puluhan tahun di negara asalnya.
M-06, Ficus Filipines, koleksi John Prawira, Tangerang - foto: Henri Nurcahyo |
Berikut ini adalah daftar keseluruhan pemenang kelas Madya dalam Pameran Nasional Harmoni Bonsai Bogor 2013 di halaman samping Bogor Trade World, atau bekan gedng Pemerintah Kabupaten Bogor di Jalan Veteran.
Sepuluh (10) Bonsai Terbaik:
M-09, Lohansung, koleksi B. Soeroso, Jakarta (Best in Show, Madya best in size)
M-09, Lohansung, koleksi B. Soeroso, Jakarta (Best in Show, Madya best in size)
M-01, Cemara Sinensis, koleksi Engkan, Cipanas
M-06, Ficus Filipines, koleksi John Prawira, Tangerang
M-08, Asem, koleksi Dr. Win, Bekasi
M-14, Phusu Batu, koleksi B. Soeroso, Jakarta
M-25, Buxus, koleksi Akai, Medan
M-29, Cemara Udang, koleksi Billy, Medan
M-41, Waru, koleksi Ujang Yayat, Jakarta
M-33, Sancang, koleksi Sugianto, Bekasi
M-08, Asem, koleksi Dr. Win, Bekasi - foto: Henri Nurcahyo |
Baik Sekali (Merah)
M-03, Kawista, koleksi Teddy, Bandung
M-04, Kimeng, koleksi Tora, Bekasi
M-05, Seribu Bintang, koleksi Darius, Bandung
M-07, Anting Puteri, koleksi Andries, Cianjur
M-10, Serut, koleksi Teddy, Bandung
M-11, Phusu Batu, koleksi Gafuraningsyah, Bekasi
M-16, Kimeng, koleksi Winarto Slamet, Bali
M-18, Santigi, koleksi Adi Bima, cirebon
M-22, Jeruk, koleksi Ny. Suprianti, Bekasi
M-24, Cemara Udang, koleksi Prof. Zudan, Bekasi
M-26, Santigi, koleksi Prof. Zudan, Bekasi
M-27, Kimeng, koleksi John Prawira, Tangerang
M-28, Cemara Duri, koleksi Teddy, Bandung
M-36, Delima Batu, koleksi Prof Zudan, Bekasi
M-38, Arabica, koleksi Prof Zudan, Bekasi
M-39, Arabica, koleksi Eca Meiza, Bogor
Baik (hijau)
M-02, Retusa, koleksi Budi Sulistyo, Jakarta
M-12, Serpang, koleksi Zakaria, Tangerang
M-13, Serut, koleksi Taman, Bekasi
M-15, Iprik Dollar, koleksi Budi Sulistyo, Jakarta
M-19, Kawista, koleksi Maryuki, Jakarta
M-20, Kemuning Bilong, koleksi Budi Sulistyo, Jakarta
M-21, Kimeng, koleksi Taman, Bekasi
M-23, Serut, koleksi Prof. Zudan, Bekasi
M-30, Cendrawasih, koleksi Sugeng, Padang
M-31, Kalimantan, koleksi Cecep Syaefullah, Cipanas
M-03, Kawista, koleksi Teddy, Bandung
M-04, Kimeng, koleksi Tora, Bekasi
M-05, Seribu Bintang, koleksi Darius, Bandung
M-07, Anting Puteri, koleksi Andries, Cianjur
M-10, Serut, koleksi Teddy, Bandung
M-11, Phusu Batu, koleksi Gafuraningsyah, Bekasi
M-16, Kimeng, koleksi Winarto Slamet, Bali
M-18, Santigi, koleksi Adi Bima, cirebon
M-22, Jeruk, koleksi Ny. Suprianti, Bekasi
M-24, Cemara Udang, koleksi Prof. Zudan, Bekasi
M-26, Santigi, koleksi Prof. Zudan, Bekasi
M-27, Kimeng, koleksi John Prawira, Tangerang
M-28, Cemara Duri, koleksi Teddy, Bandung
M-38, Arabica, koleksi Prof Zudan, Bekasi
M-39, Arabica, koleksi Eca Meiza, Bogor
Baik (hijau)
M-02, Retusa, koleksi Budi Sulistyo, Jakarta
M-12, Serpang, koleksi Zakaria, Tangerang
M-13, Serut, koleksi Taman, Bekasi
M-15, Iprik Dollar, koleksi Budi Sulistyo, Jakarta
M-19, Kawista, koleksi Maryuki, Jakarta
M-20, Kemuning Bilong, koleksi Budi Sulistyo, Jakarta
M-21, Kimeng, koleksi Taman, Bekasi
M-23, Serut, koleksi Prof. Zudan, Bekasi
M-30, Cendrawasih, koleksi Sugeng, Padang
M-31, Kalimantan, koleksi Cecep Syaefullah, Cipanas
M-25, Buxus, koleksi Akai, Medan - foto: Henri Nurcahyo |
M-34, Boxus, koleksi Ramli, Bogor
M-35, Seribu Bintang, koleksi Santoso, Bogor.
M-37, Mustam, koleksi Prof Zudan, Bekasi
M-40, Iprik, koleksi Eca Meiza, Bogor. (*)
M-33, Sancang, koleksi Sugianto, Bekasi - foto: Henri Nurcahyo |